Menu

Mode Gelap
Kunjungi Command Center, Wamendagri Puji Inovasi Wali Kota Munafri dan Kadis Kominfo Roem MC Se-Kabupaten Pinrang Hidupkan Lagi PAKI sebagai Ruang Kolaborasi KAHMI se-Sulawesi Serukan Gerakan Moral dan Intelektual Bertajuk “Sulawesi Menggugat” Retret Lurah se-Kota Makassar, Aliyah Mustika Ilham Tekankan Loyalitas dan Integritas Rayakan HUT ke-61, Golkar Sulsel Tebar Kepedulian Lewat Anjangsana Sosial Mohammad Rifki Ajak KAHMI Sulawesi Berikan ‘Gugatan’ untuk Perubahan Nasional

Opini

Money Politics Racun bagi Demokrasi

Avatar photobadge-check


					Money Politics Racun bagi Demokrasi Perbesar

Oleh : Agus Salim Dg Ngago

(Dosen Universitas Pepabri Makassar)

Money politics atau politik uang telah menjadi ancaman serius bagi integritas demokrasi di berbagai negara, termasuk Indonesia. Praktik ini melibatkan penggunaan uang atau imbalan material untuk memengaruhi pilihan pemilih, baik secara langsung maupun tidak langsung. Meskipun sering kali dianggap sebagai cara efektif untuk memenangkan pemilu, money politics sebenarnya merusak fondasi demokrasi yang menjunjung tinggi prinsip keadilan, kebebasan, dan akuntabilitas.

Pertama, politik uang menghancurkan esensi demokrasi yang seharusnya memberikan kebebasan bagi rakyat untuk memilih pemimpin berdasarkan visi, misi, dan kemampuan mereka. Dengan adanya praktik ini, keputusan pemilih sering kali dimanipulasi oleh iming-iming materi. Akibatnya, suara yang seharusnya mencerminkan aspirasi rakyat berubah menjadi transaksi jual beli yang dangkal.

Kedua, money politic menciptakan pemimpin yang tidak berkualitas. Dalam sistem yang korup seperti ini, mereka yang memiliki kekayaan besar lebih berpeluang memenangkan pemilu, meskipun tidak memiliki kapasitas atau integritas untuk memimpin. Hal ini berujung pada pemerintahan yang tidak efektif dan kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat.

Selain itu, politik uang memperkuat budaya korupsi. Kandidat yang mengeluarkan dana besar selama kampanye akan merasa perlu “mengembalikan modal” ketika terpilih. Praktik ini membuka jalan bagi penyalahgunaan anggaran, penggelembungan proyek, hingga jual beli kebijakan yang merugikan negara dan rakyat.

Di sisi lain, rakyat yang terbiasa menerima uang dari kandidat juga akan cenderung apatis terhadap kualitas pemimpin. Mereka tidak lagi melihat pentingnya partisipasi aktif dalam politik sebagai alat untuk membawa perubahan. Sikap ini menurunkan kualitas demokrasi secara keseluruhan.

Oleh karena itu, diperlukan tindakan tegas untuk memberantas politik uang. Penegakan hukum yang kuat, transparansi dalam pendanaan kampanye, serta pendidikan politik yang berkelanjutan adalah kunci untuk mengatasi masalah ini. Rakyat harus disadarkan bahwa suara mereka adalah alat perubahan, bukan barang yang bisa diperjualbelikan.

Money politics adalah racun bagi demokrasi. Jika praktik ini dibiarkan terus berkembang, demokrasi akan kehilangan maknanya, dan rakyatlah yang akan menanggung akibatnya. Saatnya kita bersama-sama menjaga demokrasi dari ancaman politik uang demi masa depan bangsa yang lebih baik.(*)

 

Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Membaca Teriakan “Bubarkan DPR”

30 Agustus 2025 - 10:54 WIB

Menagih Janji, Menggugat Arah Kepemimpinan: Refleksi 100 Hari Kerja Gubernur Sulsel

31 Mei 2025 - 17:19 WIB

Ajakan Duduk Semeja dengan Tokoh Kritis, mencerminkan Kepemimpinvan Prabowo yang Otentik

13 April 2025 - 21:31 WIB

Mengapa Harus Menata Distribusi Penjualan Gas Melon?

6 Februari 2025 - 15:19 WIB

TABE’ AURAMA’ Layak Pimpin Gowa

11 Oktober 2024 - 23:51 WIB

Trending di Opini