Menu

Mode Gelap
KONI Makassar Apresiasi Prestasi Tim Cricket Usai Tembus Babak Porprov Bone-Wajo 2026 Semarak Maulid Akbar Pesisir Makassar, Merajut Kebersamaan di Dermaga Paotere Verdonk Tampil Solid, Lille Awali Liga Europa dengan Kemenangan 2-1 Atas Brann DPMPTSP Pangkep Gelar Forum Komunikasi untuk Tingkatkan Layanan MPP Kodaeral VI Bagikan Sembako ke Nelayan Selayar di Tengah Laut Pertamina Patra Niaga Regional Sulawesi Perkuat Budaya Keselamatan dan Keandalan Melalui Management Walkthrough di IT Gorontalo

Parlemen

Komisi B DPRD Sulsel Kunjungi KKP, Bahas Dampak Regulasi Penangkapan Ikan Terukur

Avatar photobadge-check


					Suasana dialog antara Komisi B DPRD Sulsel dan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap KKP membahas dampak kebijakan PP 11 Tahun 2023 terhadap nelayan kecil Sulsel (Foto: Ist) Perbesar

Suasana dialog antara Komisi B DPRD Sulsel dan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap KKP membahas dampak kebijakan PP 11 Tahun 2023 terhadap nelayan kecil Sulsel (Foto: Ist)

FAJARTV.CO.ID, JAKARTA – Komisi B DPRD Provinsi Sulawesi Selatan melakukan kunjungan kerja ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Republik Indonesia di Jakarta. Kunjungan ini dipimpin langsung oleh Koordinator Komisi B yang juga Wakil Ketua DPRD Sulsel, Yasir Machmud, didampingi Sekretaris Komisi B Zulfikar Limolang serta sejumlah anggota Komisi B lainnya. Hadir pula Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulsel serta Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Sulsel.

Rombongan Komisi B diterima langsung oleh Direktur Usaha Penangkapan Ikan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT) KKP, Ukon Ahmad Furkon.

Sekretaris Komisi B, Zulfikar Limolang, menyampaikan bahwa kunjungan ini dilakukan dalam rangka konsultasi dan diskusi terkait implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2023 tentang Penangkapan Ikan Terukur, serta Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 28 Tahun 2023 tentang pelaksanaan PP tersebut.

“Beberapa waktu lalu, kami menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama rekan-rekan HNSI Sulsel yang menyampaikan sejumlah persoalan terkait PP 11 dan Permen 28 Tahun 2023. Salah satu isu krusial adalah kewajiban pemasangan Tracking Satellite Electronic Logbook (TSEL) atau sistem pemantauan kapal perikanan di bawah 30 GT yang dirasa cukup memberatkan para nelayan,” ujar Zulfikar, Selasa (3/6).

Ia juga menambahkan bahwa regulasi terkait pengurusan sertifikat kelaikan dan kelayakan kapal masih menjadi hambatan tersendiri bagi para nelayan kecil.

“Rekan-rekan dari HNSI juga berharap adanya kepastian hukum. Jangan sampai regulasi hanya ditunda penerapannya, lalu diberlakukan kembali tanpa solusi konkret. Ini bisa memicu gelombang protes berikutnya,” tambah legislator dari PKB tersebut.

Ketua HNSI Sulsel, Chairil Anwar, turut menyampaikan aspirasi nelayan kecil yang merasa terdampak oleh regulasi baru. Menurutnya, beberapa aturan dinilai kurang berpihak kepada nelayan tradisional, khususnya di Sulawesi Selatan yang memiliki mobilitas tinggi dan menjangkau wilayah laut di sembilan provinsi.

“Kami meminta agar pemerintah tidak mewajibkan pemasangan sistem monitoring pada kapal-kapal perikanan di bawah 30 GT. Ini sangat membebani nelayan kecil,” tegas Chairil.

Pihaknya juga mendorong DPRD untuk memperjuangkan pengaktifan kembali Permen tentang Andon, yaitu mekanisme penangkapan ikan lintas daerah yang sebelumnya dinilai lebih adaptif terhadap pola kerja nelayan Sulsel yang menjangkau wilayah perairan di Papua, Maluku, Maluku Utara, Bali, hingga Jawa Timur.

“Ketika Permen Andon masih berlaku, kami bisa bekerja tanpa sekat. Tapi sejak terbitnya PP 11, ruang gerak kami seperti dimatikan. Padahal mobilitas nelayan ini sudah berlangsung puluhan tahun tanpa masalah,” ungkapnya.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Usaha Penangkapan Ikan DJPT KKP, Ukon Ahmad Furkon, menjelaskan bahwa sektor perikanan tangkap merupakan sektor yang unik karena sumber dayanya bersifat publik, seperti halnya sektor energi dan sumber daya mineral (ESDM) seperti emas, minyak, dan tambang.

“Karena sifatnya publik, pemanfaatan sumber daya perikanan tidak boleh hanya dinikmati oleh segelintir orang atau kelompok. Apalagi jika atas nama nelayan, padahal yang diuntungkan adalah pelaku usaha pemilik kapal,” ujarnya.

Ia mengingatkan bahwa dalam diskusi kebijakan perikanan, istilah ‘nelayan’ kerap digunakan, padahal sering kali pelaku utama di baliknya adalah perusahaan atau pemilik modal yang mengoperasikan kapal.

“Undang-Undang Perikanan mengamanatkan agar negara menjamin keberlanjutan sumber daya, manfaat ekonomi, dan dampak sosial yang adil untuk masyarakat luas, bukan hanya bagi pelaku usaha,” jelas Ukon.

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa penerapan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) atau PNDP, serta pungutan lainnya, merupakan mekanisme agar manfaat dari pengelolaan sumber daya oleh pelaku usaha yang mendapat izin bisa kembali ke masyarakat.

“Di Kementerian, kami hanya menjalankan amanah. Naik-turunnya PNDP tidak berdampak pada gaji atau tunjangan kami. Bahkan 80 persen dari PNDP dikembalikan ke daerah melalui Dana Bagi Hasil (DBH), 10 persen dikelola oleh Kementerian Keuangan untuk sektor lintas kementerian, dan 10 persen sisanya digunakan KKP untuk mendanai pengawasan, perizinan, dan pelayanan pelabuhan. Semuanya kembali untuk pelaku usaha,” pungkasnya.

Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Hasil Reses DPRD Sulsel: Fraksi Demokrat Soroti Masalah BPJS, Pendidikan dan Jalan Rusak

17 September 2025 - 21:20 WIB

Dari BPJS hingga Pompa Air, Ini Deretan Aspirasi Warga yang Diterima Hj. Fadilah Fahriana

17 September 2025 - 20:44 WIB

Kementerian PUPR Pastikan Rekonstruksi Gedung Baru DPRD Makassar

16 September 2025 - 15:23 WIB

Pascakebakaran Hebat! Ini Rencana Kementerian PUPR untuk Gedung DPRD Sulsel

16 September 2025 - 14:42 WIB

DPRD Desak Pemprov Sulsel Segera Bayarkan Dana Sharing PBI ke Daerah

12 September 2025 - 07:23 WIB

Trending di Kesehatan